Rabu, 10 Desember 2014

Asal Mula Nama Panji-Galuh




Cerita Panji Asmoro Bangun – Galuh Candra Kirana

Kali ini saya akan bercerita sedikit tentang sejarah Kediri yang menjadi tempat saya lahir hingga tempat saya mengabdi saat ini. 
Semua berawal dari kecintaan saya terhadap salah satu sosok misterius dari seorang Dewi Kilisuci. Putri mahkota kerajaan Kediri dari seorang prabu bernama Prabu Erlangga. Mengapa saya sangat menyukai sosok Dewi Kilisuci, bahkan menjadi nama dari blog saya ini. Salah satu yang menarik darinya adalah pilihan untuk menarik diri dari kemewahan istana dan lebih memilih menjadi orang biasa dan pertapa. Dengan begitu beliau lebih bisa melihat kondisi rakyatnya daripada duduk di singgasana kerajaan dan menikmati hedonisme tanpa melihat kesengsaraan rakyat. 
Namun, yang menjadi pusat cerita saya kali ini tidak membahas tentang Dewi Kilisuci, karena sudah pernah saya jelaskan panjang lebar pada tulisan saya sebelumnya, maka kali ini saya akan bercerita tentang keponakan Dewi Kilisuci yakni Dewi Sekartaji yang lebih dikenal dengan sebutan Galuh Candra Kirana serta suaminya yakni Inu Kertapati atau lebih dikenal dengan nama Panji Asmoro Bangun. Kedua nama ini (Panji-Galuh) menjadi ikon di Kediri, bahkan dijadikan sebutan duta wisata Kota Kediri. Berikut ceritanya. 

Panji dan Galuh diambil dari sejarah kerajaan Kediri pada tahun 1041, dimana raja yang berkuasa saat itu sang Prabu Shri Erlangga yang telah lanjut usia turun tahta. Tahta diberikan pada putra pertama yaitu Desi Kilisuci, namun ditolak karena memilih menjadi pertapa. Selanjutnya tahta diberikan kepada adiknya yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu Amerdadu. Untuk itu kerajaan dipecah menjadi dua, Kerajaan Jenggolo dengan ibukota Kahuripan dan Rajanya Lembu Amiluhur, dan Kerajaan Panjalu/Kediri dengan ibukota Dhahapura dan Rajanya Lembu Amerdadu.

Raja Jenggolo mempunyai Putra tiga orang yaitu Kudo Roso Wisrenggo (Raden Inu Kertapati), Raden Panji Sastro Mirudho, dan Dewi Ragil Kuning. Di lain pihak, Raja Panjalu memiliki tiga putra dari permaisuri (Mahadewi), yaitu Dewi Sekartaji (Galuh Candra Kirana), Raden Gunung Sari (Raden Malaya Kusuma), Raden Mindoro serta satu orang putra yaitu Galuh Ajeng dari selirnya (Padukaliku). Untuk tetap menjalin persaudaraan, maka Raden Inu Kertapati dijodohkan dengan Galuh Candra Kirana.

Akan tetapi kejadian buruk terjadi di Panjalu, dimana permaisuri (Mahadewi) wafat dibunuh oleh selir (Padukaliku) yang ingin naik menjadi permaisuri dan menjodohkan Galuh Ajeng dengan Inu Kertapati. Mendengar itu, Raden kertapati ikut berdukacita dan menghibur kesedihan Dewi Sekartaji dengan membuat Golekan kencana (boneka dari emas). Karena mengetahui keadaan antara Galuh Candra Kirana dengan Galuh Ajeng, maka dia membuat boneka sebanyak dua buah, yang satu dari emas dengan pembungkus kain blaco dan satu lagi boneka perunggu dengan pembungkus kain sutra.

Boneka tersebut dikirim ke Panjalu, dan segera Galuh Ajeng memilih yang berbungkus kain sutra. Dengan hati kecewa, Dewi Sekartaji menerima boneka yang berbungkus kain blaco yang ternyata setelah dibuka bonekanya terbuat dari emas. Di lain pihak Galuh Ajeng kecewa dan berusaha merebut boneka Dewi Sekartaji. Perebutan itu terdengan oleh Prabu Lembu Amerdadu yang kemudian mengusir Dewi Sekartaji yang tidak mau menyerahkan bonekanya kepada Galuh Ajeng. Dewi Sekartaji kemudian menemui budhenya yaitu Dewi Kilisuci yang menyarankan agar menyamar menjadi Panji Semirang untuk mengamen di Kerajaan Jenggolo agar dapat bertemu Raden Inu Kertapati.


Setelah kepergian Dewi Sekartaji, perjodohan tetap berlanjut dimana Raden Inu Kertapati dijodohkan dengan Galuh Ajeng. Begitu kecewanya Raden Inu Kertapati, yang kemudian pergi untuk mencari Dewi Sekartaji dengan mencari petunjuk pada Budhenya yaitu Dewi Kilisuci. Dewi Kilisuci memberi petunjuk agar Raden Inu Kertapati menyamar menjadi Panji Asmoro Bangun. Akhirnya keduanya yaitu Raden Panji Asmoro Bangun dan Galuh Candra Kirana dapat bertemu dan menjadi suami-isteri.

Kisah percintaan antara Raden Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji tersebut akhirnya menjadi inspirasi lahirnya Duta Wisata Kota Kediri yang kemudian mengambil nama Panji-Galuh (Panji Asmoro Bangun – Galuh Candra Kirana).

3 komentar:

BlogNofi mengatakan...

Informasinya bagus banget, sukses trs semoga tulisannya selalu membantu👍

Philosofia mengatakan...

Terimakasih sudah membaca blog ini.. Tunggu postingan selanjutnya

Anonim mengatakan...

Keren ka..saya penggemar beliau kilisuci dan sekartaji