Sabtu, 28 Juli 2012

Sebab Ketertinggalan Seorang Muslimah...


Dialog tentang realitas seorang akhwat yang merasakan sebuah kenyamanan karena dirasa masa depannya akan cerah. Yang akhirnya berdampak pada karirnya yang santai-santai saja, kurang kerja keras  hingga merasakan meaningless.
Malam itu menjadi malam perenungan. Merenungi apa yang dikatakannya semua adalah benar. Tentang bagaimana si akhwat ini memiliki banyak sekali kekurangan, yang pertama adalah aspek kognitif, yakni secara keilmuan kurang kritis maupun perbendaharaan data. Jelas terlihat kurang aktifnya dalam dialog-2 keilmuan, kalaupun aktif, kebanyakan pemaparan bukan sebuah sanggahan, kritikal, hanya berupa data saja tanpa ada sebuah kritik. Kecuali forum-2 keputrian. Hanya suka menonton film, walau kukatakan aku mencari inspirasi, namun ktatanya itu hanyalah memotivasi saja, tidak ada ilmu yang bisa didapat dari nonton film. Walau terdapat pembelaan2, namun pembelaanku itu tidaklah logis menurutku. Dan yang kedua adalah aspek perasaan, yakni adanya ketergantungan dengan orang lain. Adanya ketergantungan dalam berbagai hal ini berdampak pada ke"malasan" akhwat untuk meningkatkan kualitasnya di bidang yang diminatinya. Jangankan meningkatkan kualitas, bidang yang kuat diminati saja masih dalam pencarian, batinku saat itu. Sebab, seringkali merasakan meaningless dengan pekerjaan ini. Dan "ruh" itu tidaklah ada saat menjalani pekerjaan ini. Dan alasan kedua aspek perasaan ini adalah sikap praktis. Praktis, benar sekali, sikap hanya ingin praktisnya saja inilah yang akhirnya mengerdilkan pemikiran. Idealis memang, perfectionis memang. Namun tidak diimbangi dengan usaha peningkatan kualitas, hanya ingin praktisnya saja. Benar sekali menurutku saat itu. Memang, hanya ingin yang praktis saja, tidak mau berusaha keras menggapainya.
Perenungan itupun berjalan cukup lama pasca dialog itu. Ingin rasanya membungkam mulutnya saat itu, namun kembali kupikirkan, benar, niatan seperti itu menunjukkan aspek emosional lebih dominan. satu, dua hari, tiap malam kurenunginya, dialog dengan beberapa orang tentang sebuah pandangan tentang kedudukan seorang akhwat. Kubahkan membaca kembali beberapa buku akhwat yang selama ini menjadi figurku.
Prenungan selama tiga hari ini membuahkan beberapa aspek berikut ini yang menyebabkan pribadi2 akhwat demikian, bahkan tidak jarang kujumpai dalam lingkup organisasi. Ketertinggalan kualitas akhwat.
Ada sebuah pandangan dalam budaya Indonesia, terutama di Jawa, bahwa wanita adalah the second dalam sebuah keluarga. Wanita dipandang sebagai seorang yang memiliki tugas sebagai seorang istri yang pandai merawat suami dan anak. Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan bahwa harta yang paling berharga adalah istri yang sholehah. Dimana pandangan istri yang sholehah ini adalah mereka yang memberikan motivasi kepada suami dalam menjalani pekerjaannya, mendidik anak sebaik-baiknya menjadikan sholeh sholehah. Pandangan inipun saat kuresapi adalah pandanganku selama ini.
Apalagi setelah kubaca buku Habibie dan Ainun. Dimana disana mengisahkan bagaimana peran seorang istri dalam sebuah keluarga. Dimana dikatakan Habibie dan Ainun ini adalah Romeo and Juliet masa kini. Dimana keluarga mereka yang diliputi oleh kasih sayang, cinta kasih sesama yang saling mendukung, memberikan motivasi kepada suami dalam menjalani pekerjaannya. Teladan keluarga yang sangat baik, rukun dan sukses membawakan keluarga ini kepada sebuah kesuksesan pembangunan. Suami yang berperan sebagai "pembantu" rakyat sangat didukung oleh istrinya dalam segala aktifitasnya. Begitu romantis dan penuh keteladanan dalam menjalin keluarga. Bahkan ada komentar tentang seorang Ibu yang akan bercerai, setelah membaca buku itu mengurungkan niat mereka untuk bercerai karena masalah itu dipicu oleh sebuah ego. Cinta dan sayanglah yang mengukuhkan kembali ikatan sebuah keluarga. Tidak hanya buku itu saja, akupun dialog melalui FB yang ketiga, yang memang untuk aktualisasiku berdialog dengan banyak orang dari berbagai golongan. Mereka banyak mengungkapkan hal yang sama, bahwa wanita adalah the second dalam keluarga. Adapun yang mengatakan sama secara kedudukan, hanya peran mereka yang berbeda. Sama2 memiliki tujuan menjadikan keluarga yang sakinah, hanya tugasnya berbeda.
Dari sini, jelas sekali menunjukkan bahwa wanita adalah teh second, pendorong, pemotivasi, pembuat nyaman dalam keluarga. Membahagiakan dan melayani suami, merawat anak dan menjadikannya anak yang sholeh sholehah. Ya,,itulah tugas seorang wanita kelak dalam membina keluarga. Pandangan inilah yang sudah mengakar terutama menjadi adat di masyarakat. Sudah menjadi paradigma mereka akan kedudukan wanita dalam keluarga, bahkan tak jarang ada seorang wanita yang akhirnya meningalkan pekerjaannya demi merawat anaknya. Meninggalkan karir, bidang yang dia minati demi sebuah keluarga. Dan akupun menyadari akan hal itu sudah mengakar dalam pikiranku pula.
Dari realitas itulah, kumencoba mencari pembandingnya. Mencari bagaimana seharusnya. bagaimana sebenarnya kedudukan seorang wanita dan laki-laki dalam kehidupan.
Allah berfirman dalam surat al Hujurat ayat 13 bahwa keduanya sama derajadnya. Sama2 memiliki potensi, sama2 memiliki tugas sebagai khalifah fil ard, subjek pembangun masyarakat. Dalam sejarah Rasulpun demikian. Khadijah, istri Nabi, tidak kehilangan potensinya dalam berdagang. Justru dialah yang menjadi tumpuan keluarga dalam aspek ekonomi. Dan hal itu mampu menjadikan motivasi pula bagi Rasulullah dalam menjalankan misi pembangunan masyarakatnya. Walau sudah berkeluarga, Khadijah tidak melepaskan jati dirinya sebagai seorang pedagang yang sukses tersebut. Dia tetap menjalani pekerjaan itu, dan dia juga tidak meninggalkan anak suaminya. Semua itu adalah sebuah kesinergian dalam keluarga. Dia tidak menjadi teh second maupun the first. Namun mereka berjalan berdampingan untuk bersama2 mewujudkan misi khalifah fil ard, misi membangunan masyarakat menjadi lebih baik.
So, what can we do muslimah....
Yang pertama adalah temukan jati dirimu, jadilah dirimu sendiri, kembangkan potensimu, tingkatkan kualitasmu selagi ada waktu. Ambillah bidang yang kau minati. Sukseslah dalam bidang itu yang kau gali untuk orang lain, untuk masyarakat buka untuk diri sendiri.
Ya,,aku ingin menulis, aku ingin mendakwahkan kepada semua orang lewat tulisanku ini. Menyadarkan kepada mereka yang lupa akan kedudukannya sebagai hamba Allah yang menjalani misi khalifah fil ard. HIdup bukan untuk diri sendiri namun untuk umat, untuk perbaikan masyarakat. Inikah jati diriku yang sebenarnya..? Menulis..? I dont know... Memang menjalani tidak semudah berucap. I need guidence... And you...?? Bidang apakah yang sebenarnya kau minati, peran apakah yang sebenarnya hendak kau ambil untuk  melakukan perubahan masyarakat...? Kita semua adalah subjek pembangun masyarakat. Tidak pandang wanita auapun laki-laki. Semua memiliki potensi yang sama. Semua memiliki tugas yang sama. Ambillah segera bidangmu, ambillah segera peranmu. Laksanakan, dan sukseskanlah.

1 komentar:

Philosofia mengatakan...

Thx likes.nya baik Fb, Tweet, google plus....
And....comment donk...